Gemericak suara kerikil yang berjejal di sela-sela susunan blok paving yang terhampar di sepanjang Gang Petruk, gang pemisah antara pasar Legi Kacangan dan pemukiman warga, tergilas oleh roda becak yang dikayuh pelan Poniman. Suara akibat lindasan ban becak yang sudah mulai menipis itu serasa melengkapi ekspresi derita sang kerikil karena tak cuma paparan terik sinar matahari pada musim kemarau kemerontang, tekanan beban roda becak Poniman pun turut menggencet bak melengkapi kesempurnaan penderitaan. Mata batin Poniman menjadi perih begitu ilustrasi itu menyelusup di dadanya, mengandaikan pada nasib yang melumuri kehidupan orang-orang pinggiran.
Jarum jam telah menunjuk angka 11.00 WIB, terpaan sinar matahari kian menyengat, namun Pasar Legi masih nampak ramai pengunjung. Demikian pula suasana Gang Petruk yang menjadi jalur menuju Pasar hewan yang lokasi persisnya berjarak 200 meter sebelah barat Pasar Legi, masih lumayan banyak lalu lalang pembeli dan molang, sebutan untuk pedagang kambing atau sapi. Setelah menyusuri gang Petruk, kayuhan becak Poniman terhenti di bawah pohon mangga yg tumbuh tinggi menjulang dan daunnya rimbun meneduhi siapapun yang berada dibawahnya, sedangkan buah mangganya yang sebagian nampak siap petik bertebaran menggelayut di cabang dan rantingnya. Poniman sengaja mendatangi pasar hewan untuk menengok dagangan Imron dan kawan-kawan, yang bila belum laku akan menjadi tugasnya untuk menggiring kambing ke kandang sementara.
Tak biasanya, suasana pasar hewan kali ini masih nampak ramai. Hal ini karena besuk pagi adalah Idul Adha yang identik dengan penyembelihan hewan Qurban bagi yang berkemampuan. Dan menjelang momen seperti ini biasanya banyak orang yang membeli kambing atau sapi untuk dijadikan Qurban.
Meskipun pada hari ini sebagian warga desa Kacangan juga sudah ada yang melaksanakan sholat Idul Adha. Namun, untuk menjaga persaudaraan dan syiar Islam, yang sudah sholat Idul Adha hari ini, untuk penyembelihan qurbannya tetap dilakukan besok. Warga desa Kacangan sudah terbiasa dalam menyikapi perbedaan Hari Raya. Hal yang sama juga pernah terjadi saat perbedaan Idul Fitri. Di masjid Mujahidin Kacangan diselenggarakan sholat Idul Fitri dua kali dengan hari yang berbeda dan jamaah yang berbeda pula. Dan semua berjalan baik dengan tetap terjaganya rasa saling menghormati antar warga.
Selepas memarkir becak, Poniman berjalan memasuki area Pasar Hewan yang terdiri dari empat blok bangunan beratap asbes dan berlantai semen cor serta deretan tonggak pancang setinggi lutut orang dewasa sepanjang tepian masing-masing bangunan. Masing-masing blok berukuran 3x15 meter dan dikelilingi pagar besi.
Poniman bergegas menghampiri tiga anak muda Kacangan, Imron, yang sedang menjajakan dagangan kambing qurban bersama Tajab dan Wiryo (ketiganya turut berhimpun dalam KPK/Kelompok Peternak Kacangan). Di sudut hati Poniman tersemat rasa ikut senang dan bangga melihat anak-anak muda seperti mereka memiliki semangat berwirausaha.
Namun, saat Poniman menemui mereka sedikit mengeluh karena sudah 2 hari berdagang baru 6 ekor yang terjual, tidak seperti tahun sebelumnya, biasanya sudah puluhan ekor laku terjual, padahal Idul Adha sudah didepan mata (tinggal sehari lagi). Rupanya belakangan masyarakat cenderung memilih membeli kambing betina untuk qurban, karena harganya relatif lebih murah. Meskipun secara syariat hal itu tidak terlarang, namun pemerintah melarang penyembelihan kambing betina usia produktif dengan tujuan agar mata rantai pengembangbiakan tidak terputus. Meski begitu, masyarakat tak peduli, mereka tetap lebih memilih kambing yang harganya lebih terjangkau isi dompet mereka. Akibatnya, ketiga anak muda tadi kelihatan cukup gelisah karena dagangan mereka semua kambing jantan.
Yang agak menghibur, misalkan hari ini belum bisa terjual habis, berdasar pengalaman tahun lalu, harapan untuk 3 hari ke depan (hari Tasyrik) masih ada kemungkinan pembeli untuk qurban. Pada hari Tasyrik, yakni tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah masih dalam hari raya dan selama tanggal tersebut penyembelihan qurban masih boleh dilakukan. Oleh karenanya pada ketiga hari itu pula ummat Islam diharamkan berpuasa. Hal inilah yang membuat mereka tak mudah pupus semangat.
Aziz Ghozali (jaket merah), pemilik Elang Farm, sedang melayani calon pembeli |
Disamping itu, mereka juga tak ingin menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan mas Aziz Ghozali, pengusaha muda ternak kambing pemilik Elang Farm yang kini memiliki 200 lebih kambing yang dipersiapkan khusus untuk momen Idul Adha tahun ini. Mereka diperbolehkan untuk membawa kambing dulu dari kandang dan bayar jika sudah laku.
Saat asik berbincang, tiba-tiba Tajab mengajak Poniman untuk sholat Dzuhur, tanpa menyela Poniman pun bersama Tajab dan Imron berangkat menuju mushola yang kebetulan lokasinya di pojok Pasar Legi dekat dengan tempat mereka berjualan. Sedangkan Wiryo mendapat giliran bertugas menjaga dagangan bila sewaktu-waktu ada pembeli.
Setelah selesai sholat, seperti biasa melakukan zikir dan doa. Untuk saat ini Tajab dan Imron memfokuskan berdo'a untuk dagangannya agar Allah memberikan kemudahan semoga kiranya dagangan mereka laku/ habis terjual.
Setelah selesai do'a, mereka bertiga kembali ke tempat jualan, dari kejauhan terlihat ditempat mereka berjualan banyak sekali orang disana dan terlihat Wiryo yang berada disana sibuk melayani calon pembeli. Akhirnya Imron dan Tajab setengah berlari untuk cepat membantu melayani Wiryo. Alhamdulillah pada saat itu sudah ada yang membeli beberapa ekor kambing.
“Terima kasih Ya Allah, Engkau telah mendengar dan menjawab doa kami”, ungkap Tajab dengan lirih.
Disaat setelah semuanya terlayani dan keadaan kembali normal, Poniman melihat seseorang yang ia kenali, yaitu yu Sainem, di sudut luar pagar besi sedang memperhatikan dagangan mereka. Seingat Poniman, sejak memarkir becak di bawah pohon mangga tadi, ia sudah melihat yu Sainem sudah berada disitu, namun hanya memperhatikan Imron dan teman-temannya yang sedang sibuk bertransaksi dengan para pembeli.
Poniman : (memberitahu Wiryo) Yu Sainem itu mau beli ya ? dari tadi melihat dagangan terus, emang gak sampeyan tawari ya ?
Wiryo : sepertinya dari tadi udah ada disitu. Kayaknya cuma lihat-lihat aja, mungkin lagi nunggu orang.
Memang sih kalau dilihat dari pakaiannya sepertinya gak akan beli (mohon maaf.. Yu Sainem itu berpakaian lusuh sambil menenteng payung lipat butut ditangan kanannya). Sepintas, siapapun orang yang melihat penampilannya tidak mungkin berpikiran yu Sainem itu akan membeli kambing qurban.
Namun Poniman berprasangka baik dengan mencoba menghampirinya dan membuka obrolan.
Poniman : Yu Sainem nunggu siapa ?
Sainem : (terlihat agak gugup menjawab) Eh....anu mas Poniman, harga kambing itu sampai berapa ya?
Poniman terhenyak mendapat pertanyaan yu Sainem sambil memperhatikan kambing yang ditunjuk yu Sainem.
Poniman : Emm....yu Sainem mau beli kambing to ? Ayo aku antar ke mereka aja ya...
Sesampainya di dekat Wiryo.
Poniman : ini lho mas Wiryo, yu Sainem mau tanya harga kambing
Wiryo : (dengan nada sedikit kaget) oh... monggo...monggo...silahkan yu Sainem dipilih kambingnya, ada niat untuk qurban ya yu ?.
Tanpa menjawab pertanyaan Wiryo, yu Sainem itu langsung menunjuk : Kalau yang itu berapa mas Wir ?
Yu Sainem menunjuk hewan yang paling murah dari hewan yang lainnya.
Wiryo : Kalau yang itu harganya Rp. 1.400.000,- yu
Sainem : Harga pasnya berapa mas Wir ?
Wiryo mencoba berembug dengan Imron dan Tajab, dan hasilnya mereka sepakat untuk memberikan harga khusus pada yu Sainem.
Imron : gak usah tawar lagi ya yu... Rp. 1.300.000 deh kalau yu Sainem mau. Kami sepakat memang dari harga segitu keuntungan kami kecil, tapi biarlah khusus untuk yu Sainem.
Sainem : Tapi uang saya cuma ada satu juta dua ratus ribu, boleh gak ?
Waduh... mereka bertiga kelihatan bingung, karena itu harga pokok,
akhirnya mereka berembug lagi.
Imron : Biarlah mungkin ini jalan pembuka untuk dagangan kita, lagi pula kita tahu yu Sainem bukan orang mampu, kasihan, hitung-hitung kita membantu niat yu Sainem itu untuk berqurban.
Akhirnya ketiga anak muda itu sepakat meluluskan harga tawar yu Sainem.
Tajab : Tapi bawa sendiri ya..yu ?
Akhirnya yu Sainem tadi bersedia. Dan Poniman yang menyaksikan transaksi tadi, tergetar hatinya. Ia terharu pada kepedulian anak-anak muda itu terhadap orang tak mampu. Ia pun jadi iri pada perbuatan mereka.
Poniman : ya sudah yu... Nanti aku antar kambingnya sampai ke rumah sampeyan.
Sainem : matur nuwun mas Poniman, ongkosnya saya bayar dirumah ya..
Tanpa menunggu jawaban Poniman, yu Sainem segera ngeloyor langsung pulang dengan jalan kaki.
Setengah jam setelah memberikan pakan dan minum pada kambing dagangan, Poniman kemudian menaikkan kambing pilihan yu Sainem ke atas becak dan langsung meluncur ke wilayah Desa Kacangan paling ujung utara, yakni dukuh Karang Kemplang, persisnya setelah simpang empat Warung Sambi, lalu memasuki Gang Yudhistira hingga mentok ujung gang, kemudian agak masuk lagi belok kiri ke gang kecil, jalannya tanah liat yang di sebagian permukaannya bertonjolan batu kali/sungai yang akan sedikit membantu dari becek pada musim penghujan. Di situlah yu Sainem bertempat tinggal, sangat..sangat.. saangaaat... sederhana, hanya karena tak tega sebenarnya untuk mengatakannya tak layak huni.
Ketika sampai di rumah yu Sainem tersebut. Subhanallaah..... Astaghfirullaah.....Allaahu Akbar, merinding Poniman, terasa mengigil seluruh badannya demi melihat keadaan rumah yu Sainem tersebut.
Yu Sainem itu ternyata hanya tinggal bertiga dengan orang tuanya (ibunya) dan satu orang anaknya usia SD di rumah gubuk dengan berlantai tanah dan jendela dari kawat, sedang di sekeliling rumah terdapat rerimbunan tumbuhan perdu, pohon pisang dan pohon kelapa. Poniman tidak mendapati tempat tidur/ kasur, yang ada hanya dipan kayu beralas tikar lusuh. Diatas dipan sedang tertidur seorang perempuan tua kurus yang sepertinya dalam kondisi sakit.
Sainem : Mak ... bangun mak, nih lihat Sainem bawa apa?
Mata perempuan tua renta itu terbuka, kemudian dengan susah payah berusaha bangun, lalu duduk dan berjalan tertatih-tatih dengan bantuan tongkat yang terbuat dari ranting pohon akasia.
Sainem : Ini Mak-ku, mas
Yu Sainem mengenalkan orang tuanya kepada Poniman.
Sainem : Mak... Sainem sudah belikan kambing buat mak qurban, nanti kita bawa ke Masjid ya mak, kita serahkan saja ke pengurus masjid. Biar nanti yang ngatur pak yai Mad, Pak Yoto, pak Gutomo dan lainnya.
Orang tua itu kaget. Namun dari wajahnya terlihat senang dan matanya berkaca-kaca penuh bahagia. Sambil mengelus-elus kambing, mulut orang tua itu bergetar berucap, Allaahu Akbar, Alhamdulillaah, akhirnya kesampaian juga emak qurban.
Sainem : Oya..ini mas duitnya, tolong sampaikan maaf saya ke mas imron dan teman-temannya kalau tadi saya nawarnya terlalu murah, saya cuma buruh tani dan cuci, saya sengaja kumpulkan uang untuk beli kambing yang mau saya niatkan buat qurban ibu saya.
Dada Poniman makin bergetar hebat, dalam benaknya bergumam, Aduh GUSTI....... Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hambaMU yang satu ini. HambaMU yang Miskin Harta tapi dia kaya Iman.
Seperti bergetar bumi tempat kaki Poniman berpijak setelah mendengar niat dari Yu Sainem ini.
Rasanya Poniman sudah tidak sanggup lagi berlama-lama berada disitu. Ia langsung pamit meninggalkan kebahagiaan penuh keimanan mereka bertiga.
Sainem : lho...Mas, ini lho ongkos becaknya !
Poniman : sudah Yu Sainem cukup, ongkos becaknya gak usah bayar. Assalamu'alaikum.
Poniman pun cepat beranjak pergi bersama becaknya sebelum yu Sainem itu tahu kalau matanya sudah basah, karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukannya dengan hambaNYA yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.
Sembari Poniman mengayuh becaknya, tekat hatinya telah membulat untuk mulai hari ini akan menyisihkan seberapapun hasil kerjanya, agar tahun depan bisa membeli kambing untuk Qurban.
Setelah melewati beberapa rumah, tiba-tiba dari salah satu rumah warga terdengar alunan tembang almarhum Ustadz Uje.....Labbaika Allahumma Labbaik, Labbaika Laa syari ka laka Labbaik.......innal hamda wanni'mata......... pikiran Poniman pun tiba-tiba terasa melayang menembus batas ruang dan waktu hingga membaur bersama jutaan ummat Islam yang sedang wukuf di padang arafah.....larut dalam kekhusyu'an dzikir, bersimpuh, bermunajat kepada Yang Maha Besar.........
To be continue (bersambung).......
Catatan : Maaf bila terdapat kesamaan nama tokoh dan alur cerita dengan realitas yang ada. Serial obrolan imajiner ini semata ditulis dengan tidak ada maksud lain kecuali untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan. Sedangkan pengambilan setting lokasi Desa kacangan dimaksudkan untuk lebih mengentalkan nuansa emosi pembaca, serta mengangkat hal-hal yang terjadi pada realitas kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Kacangan.
Kritik/saran/masukan yang bersifat konstruktif (membangun) dari siapapun sangat kami harapkan. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar