Ilmuwan dan peneliti tomografi, Warsito Purwo Taruno, tidak diizinkan untuk menjadi pembicara dalam seminar deteksi dini kanker di
Hotel
Sahid Jakarta, Kamis, 24 Oktober 2013. Rencana presentasi penemu rompi antikanker itu mendapat protes dari asosiasi dokter.
“Dari
Kementerian Kesehatan akhirnya tidak memberi izin saya menyampaikan
materi seminar saya tentang ECVT untuk diagnostik, meskipun tadinya
undangan awalnya juga berasal dari Kementerian Kesehatan,” ujarnya,
Rabu, 22 Oktober 2012, sebagaimana dilansir Tempo.
Rencananya, presentasi ECVT itu akan disampaikan Warsito dalam seminar bertajuk “Workshop Deteksi Dini Kanker Payudara dengan Menggunakan Metode Nonradiasi.”
Teknologi tomografi medan listrik tiga dimensi atau electrical capacitance volume tomography (ECVT) adalah temuan Warsito yang telah dipatenkan di Amerika dan lembaga paten internasional PTO/WO tahun 2006. Teknologi itu bahkan telah digunakan oleh NASA (Lembaga Antariksa Amerika Serikat) untuk memindai obyek dielektrika pada pesawat ulang–alik selama misi ke antariksa.
Sistem pemindai ini mirip dengan CT Scan dan MRI untuk melihat apa yang terjadi di dalam tubuh manusia. Tapi, perangkat ini lebih canggih karena pasien tak perlu masuk ke dalam tabung, seperti MRI yang cuma menampilkan gambar dua dimensi. Gambar yang dihasilkan dari ECVT ini berbentuk tiga dimensi.
ECVT juga mampu membunuh sel-sel kanker. Warsito membuat ECVT dalam berbagai bentuk unik, ada yang mirip helm, bra, dan celana, yang disesuaikan fungsinya untuk kanker otak, payudara, atau prostat.
Menurut Warsito, alasan penolakan karena Kementerian Kesehatan menerima surat protes dari asosiasi dokter. “Mereka keberatan apabila saya menyampaikan makalah di seminar yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan besok,” ujarnya.
Warsito sendiri tak habis pikir dengan penolakan itu. “Masalahnya, ini cuma seminar ilmiah, bukan alat mau dipakai di rumah sakit atau bagaimana.”
Akibat penolakan itu, Warsito harus meminta maaf kepada orang-orang yang sempat dia undang untuk hadir di seminar itu lewat
Rencananya, presentasi ECVT itu akan disampaikan Warsito dalam seminar bertajuk “Workshop Deteksi Dini Kanker Payudara dengan Menggunakan Metode Nonradiasi.”
Teknologi tomografi medan listrik tiga dimensi atau electrical capacitance volume tomography (ECVT) adalah temuan Warsito yang telah dipatenkan di Amerika dan lembaga paten internasional PTO/WO tahun 2006. Teknologi itu bahkan telah digunakan oleh NASA (Lembaga Antariksa Amerika Serikat) untuk memindai obyek dielektrika pada pesawat ulang–alik selama misi ke antariksa.
Sistem pemindai ini mirip dengan CT Scan dan MRI untuk melihat apa yang terjadi di dalam tubuh manusia. Tapi, perangkat ini lebih canggih karena pasien tak perlu masuk ke dalam tabung, seperti MRI yang cuma menampilkan gambar dua dimensi. Gambar yang dihasilkan dari ECVT ini berbentuk tiga dimensi.
ECVT juga mampu membunuh sel-sel kanker. Warsito membuat ECVT dalam berbagai bentuk unik, ada yang mirip helm, bra, dan celana, yang disesuaikan fungsinya untuk kanker otak, payudara, atau prostat.
Menurut Warsito, alasan penolakan karena Kementerian Kesehatan menerima surat protes dari asosiasi dokter. “Mereka keberatan apabila saya menyampaikan makalah di seminar yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan besok,” ujarnya.
Warsito sendiri tak habis pikir dengan penolakan itu. “Masalahnya, ini cuma seminar ilmiah, bukan alat mau dipakai di rumah sakit atau bagaimana.”
Akibat penolakan itu, Warsito harus meminta maaf kepada orang-orang yang sempat dia undang untuk hadir di seminar itu lewat
Facebook
.
“MOHON MAAF, Karena tidak diizinkan seminar tentang ECVT yang sedianya
dilaksanakan tanggal 24 Oktober di Hotel Sahid Jakarta, maka seminar ini
dibatalkan. Kepada semua pihak yang terkait kami menyampaikan
permohonan maaf dan haraf maklum”, tulisnya di akun Facebook. Hingga
berita ini diturunkan, 96 orang mengomentari status Facebook tersebut.
Seorang
pengguna Facebook bernama “Kangmas Hamdi” mengomentari: “tetap
semangad….hasil penelitian banyak yg menentang mah biasa saja,
diperjuangkan lewat pengadilan saja karena selama hasil penelitian tidak
bertentangan konstitusi harus tetap yakin diri sendiri … kasus seperti
begini banyak terjadi di luar negri juga”. Pengguna Facebook lainnya
bernama “Edi Hilmawan” mengomentari: “Seminar ilmiah kok dilarang ? …
memang mau buat demo ? sebarkan aliran terlarang ? … Mematikan kebebasan
berpendapat itu melanggar konstitusi lho ..”
(tempo/dakwatuna/hdn)
(tempo/dakwatuna/hdn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar