Senin, 15 September 2014

Heboh Pil Kadal di Cafe Sabun (Serial Poniman Bag. 6)


Trontong....tong....tong..tron..tong...tong........
Bunyi knalpot yang sengaja tak dipasang filter kedap suara, alias blong dan cukup memekakkan telinga siang itu memaksa semua penghuni Cafe Sabun, yang berlokasi persis di depan Pasar Legi Kacangan, menolehkan pandangan ke sumber suara. Sosok Boni yang dikenal sebagai wartawan bodrek berasal dari desa tetangga, terlihat tengah memarkir motor menggenapi bilangan motor ke 26 yang berjajar rapi di halaman Cafe Sabun.

Bagi anak muda yang biasa nongkrong di Cafe Sabun, sosok gondrongnya sudah tak asing lagi, karena setiap berkunjung ke cafe selalu bawa kabar atau isu baru yang bisa jadi bahan obrolan, atau kalau dibilang agak serius ya...semacam diskusi kecil-kecilan.

Meski kehadirannya cukup menyita perhatian, namun tak sampai mengganggu sekelompok anak SMK di salah satu meja di sudut ruangan yang tersekat oleh partisi dan tanaman bunga. Mereka dengan laptop di hadapan masing-masing terlibat diskusi hangat tentang tugas sekolah. Sementara alunan lembut tembang melo Lumpuhkanlah Ingatanku milik Geisha memenuhi atmosfir ruangan cafe yang sentuhan desain interiornya kental bernuansa oriental dengan dominasi kayu jati, produk hutan andalan Bojonegoro. 


Cafe Sabun belakangan memang menjadi tempat nongkrong favorit anak-anak kuliahan, SMK/SMA, bahkan SMP, sambil ngerjakan tugas akademik. Selain fasilitas WiFi dan lokasinya yang strategis, layanan dan suasana familiar serta menu yang enak dan tarif terjangkau kocek ABG, rupanya menjadi alasan mereka betah nongkrong di Cafe Sabun. Tak jarang, Om Aziz, bos pemilik cafe turun tangan langsung sambil menyapa ramah pelanggan cafe.

Sementara itu, dari lantai dua cafe terdengar riuh obrolan para warga komunitas Vespa sedang mengadakan pertemuan. Sesekali terdengar dari mereka tawa ringan ditingkahi gemelitik suara peralatan makan siang saling beradu. 

Performance VOC Band Cah Kacangan di Kota Bojonegoro

Meski tampilan Cafe Sabun dari luar terkesan sederhana, namun di salah satu sudut ruang dekat kasir, terdapat mini stage, atau panggung kecil yang tiap weekend menjadi agenda rutin tempat VOC band unjuk kebolehan, menghibur pengunjung cafe. Di meja dekat mini stage itulah sejak sepuluh menit yang lalu Poniman ikut nimbrung ngobrol mendampingi Hariyono, PPL yang bertugas di Desa Nglampin.

Poniman sendiri sekali waktu juga turut membaur bersama pengunjung cafe, sekedar untuk ngopi dan ngobrol ringan. Suasana Cafe Sabun memang khas, semua yang ada di situ interaksinya tak lagi tersekat oleh jabatan dan profesi. Antara guru dan pedagang, tak canggung guyon. Antara pegawai kecamatan dengan tukang becak, tak lagi ada jarak untuk ngobrol tentang problem hidup keseharian. 

Cah Kacangan mejeng di depan Cafe Sabun

Dan keberadaan Poniman di cafe siang itu karena ia diminta ngantar Hariyono yang baru pulang dari Bojonegoro dan kebetulan tidak bawa motor. Namun, sebelum ngantar pulang, ia diajak ngopi dulu di cafe.

Hariyono : (menyambut kehadiran Boni) wah....piye kabare bro...lama gak ketemu ? Ada isu hot apa lagi nih wartawan gondrong ?

Boni : (sambil memberi kode pesan secangkir kopi kepada pelayan cafe) Aah.....biasa, mas. Tiada hari tanpa luput dari tema korupsi. Gak di kota, gak di desa, bahkan sampe kelas kelompok PNPM, ada saja kasus korupsi.

Hariyono : Hehe...bosan bahas korupsi

Poniman : sampe menteri-menteri ya mrotoli tersapu badai korupsi 

Boni : iya bener, cak man. Bupati dan Gubernur juga mulai banyak yang terjerat. Lha ini juga lagi rame-ramenya TV topiknya PIL KADAL yang dianggap sebagian pihak sebagai sumber penyebab maraknya kepala daerah terjerat kasus korupsi

Fauzi : (ikut menyela) kok nyebut-nyebut Pil Kadal segala. Kadal Mesirku udah jadi besi tua sekarang wkwkwk...

Beberapa pemuda yang duduk tak jauh dari mereka mulai tertarik menyahut perbincangan.

Bagus : kelihatane kok mulai seru ada Pil Kadal segala

Imron: (Mulai duduk mendekat) ini paling bahas soal RUU Pilkada yang lagi rame di TV ya, mas ?


Disela serunya perbincangan mereka, sosok manis Selfie, pelayan cafe, mengantarkan kopi pesanan Boni, dengan tak lupa sambil menebar senyum mautnya

Selfie : ini kopinya, mas Boni. Barangkali mas-mas lainnya ada yang mau nambah pesanan ?

Fauzi : aku cukup tambah senyummu aja, dik Selfie hehe...

Selfie pun beranjak dari mereka dengan diantar pandangan mata gemes anak-anak muda yang mulai usil menggoda.

Boni : hehe...heboh banyak pro kontra soal PILKADAL alias Pilkada langsung, maksudnya bukan dipilih DPRD

Wasis : kalo menurutku, kita ini hidup di alam demokrasi, lha demokratis itu artinya dipilih langsung oleh rakyat, sehingga Jika Pilkada dipilih oleh DPRD itu jelas melanggar konstitusi

Fauzi : ya, betul itu. Jangan sampai hak demokrasi rakyat dirampas oleh DPRD. Jangan-jangan para anggota dewan itu nanti yang jual beli suara. Wah...modus ini...

Hariyono : Demokratis itu bisa dipilih langsung oleh rakyat bisa oleh Anggota DPRD, Ini hanya soal pilihan 

Poniman : kalau setahuku sih simpelnya demokratis itu ; memutuskan sesuatu berdasarkan suara terbanyak dan berhak serta bebas menentukan pilihan suara. 

Suripto : (guru yang masih berseragam dinas karena sepulang ngajar langsung mampir di cafe, mulai aktif menyampaikan pendapat-pendapatnya) kalo mengacu pada pasal 18 UUD 45, demokratis itu tafsirnya "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis"
Sementara kalau dari sisi PEMILU, sudah jelas sekali berdasarkan pasal 22e ayat 2, Kepala Daerah tidak masuk dalam domain Pemilu. 

Rifa'i : lho...kok bisa gitu?

Suripto : coba kalau lihat Pasal 22 ayat 2: "PEMILU diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD" Tidak ada kepala daerah!
Makin menguatkan lagi di Pasal 22e ayat 5 ttg Pemilu, disitu jelas bhw KPU tdk punya wewenang menyelenggarakan Pilkada! 


Fauzi : lha... berarti selama ini KPU nggladrah

Suripto : lebih komplitnya gini, mas Fauzi, Pasal 22E ayat 5: "Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri" 

Boni : wah... ini tepat, pak guru tentu lebih sering buka soal UU

Suripto : ya ndak juga, cuma saya penasaran karena ada geger soal PIL KADAL, makanya saya lantas sempatkan buka-buka buku referensi. Terus, ternyata Pemilu yg dimaksud UUD45 hanya untuk 4 Jenis Pemilu. Hanya itu HAK yg diberikan UUD45 Kepada KPU untuk bertindak sebagai penyelenggara 

Personil VOC Band saat berjam session

Kasdan : (meski kesehariannya bikin tempe, ia tak buta politik, ia pun ikut menyela) itu artinya Penyelenggara Pilkada SEHARUSYA BUKAN KPU. karena tidak ada Kewenangan didalam UUD45 untuk KPU menyelenggarakan Pilkada. Begitu kan, pak guru ? 

Fauzi : (tak mau kalah menungkapkan kegalauannya) waduh...repot juga. Lha terus sekarang siapa yang menyelenggarakan Pilkada jika UUD45 tidak memberikan kewenangan kepada KPU sebagai Penyelenggara? 

Bagus : (mencoba ikut mempertanyakan dengan sedikit awalan penjelas) Apakah Boleh UU itu bertentangan dengan UUD 45? Pertentangan antar UU saja tidak boleh, apalagi bertentangan dengan UUD45? 

Hariyono : Nah..sekarang kembali lagi ke penafsiran ttg demokratis, apakah demokratis itu artinya langsung? 

Suripto : Lha itu masalahnya, ternyata di UUD 45 tidak ada penafsiran yang menyebutkan atau setidaknya mengindikasikan Demokratis itu pemilihan secara langsung
Dan di UUD45 pasal 22E ayat 1 menyebutkan Pemilihan scr langsung. tapi itu utk PEMILU bukan untuk Pemilihan gubernur,walikota dan bupati 

Wiryo : (yang dari awal asik ngupil, akhirnya ikut menyahut juga) lho..lho...lho....berarti selama ini salah kaprah praktek KPU ?

Suripto : dan....soal Gubernur, bupati dan walikota itu ada di BAB VI Pasal 18 UUD45. tidak ada pasal yg menyebutkan pemilihan langsung. untuk mereka
Artinya, jika ada pendapat yang menyatakan ttg pemilihan demokratis itu bisa dipilih langsung atau tidak, itu sangat masuk akal 

Poniman : (mencoba mempertegas, bahkan dengan balik menanyakan) berarti pendapat bahwa pemilihan secara demokratis yang dimaksud adalah pemilihan langsung sudah dapat terbantahkan dengan UUD45.
Terus dimana alasannya jika ada yang mengatakan bahwa Pilkada melalui DPRD itu bertentangan dengan Konstitusi? Bukankah dari penjelasan tadi, kok malah jadi sebaliknya, Pil Kadal melanggar konstitusi ya? 

Fauzi : Poniman tak laporkan ke polisi lho, man, kalo berani nyalahkan KPU wkwkwk......

Poniman : Hahaha.....polisi boloku kok, mas

Boni : Belum lagi jika ada yg mengatakan bahwa kepala daerah harus dipilih oleh rakyat bukan DPRD! pertanyaannya, apakah DPRD itu bukan rakyat?
Anggota DPRD itu kan dipilih secara langsung oleh rakyat untuk mewakili suara mereka? lalu untuk apa mereka dipilih sebagai perwakilan? 


Suripto : ya begitulah, mas, namanya orang banyak, penafsiran juga bisa beda-beda. Tapi setidaknya menurut saya, berarti 2 hal sudah terbantahkan. pertama soal demokratis, kedua tentang rakyat. semuanya terbantah oleh UUD45 bukan oleh saya lho....
Selanjutnya soal penyelenggara Pemilu, walaupun sudah ada UU yg memasukkan pilkada dalam rezim PEMILU, tetap saja UUD45 tidak menyatakan itu. 

Hariyono : kalo soal UU yang membuat aturan tentang hal itu dan bertentangan dengan UUD45, itu porsinya pembahasan oleh para pakar hukum. 

Suripto : saya kira seperti itu, mas Hariyono. Yang pasti ttg Pilkada secara langsung itu tidak diatur oleh UUD45, sehingga alasan bahwa pilkada dipilih DPRD melanggar konstitusi, jelas ngawur! Sori ya... , mas Wasis... (Sambil menghadapkan wajah ke Wasis, sementara Wasis menyambutnya dengan senyum kecut) 

Rifa'I : berarti jika nanti ada yang teriak-teriak pilkada yang dipilih melalui DPRD melanggar konstitusi, tanya saja konstitusi yang mana? Gitu kira-kira ya pak Ripto ? 

Suripto : Jangan sampai nantinya ada yang teriak-teriak "tolak Pilkada dipilih oleh DPRD !!!", tapi tidak mengerti apa manfaat dan mudaratnya. atau ada agenda tertentu? 

Boni : dan tak lantas pula bagi yang setuju pada Pil Kadal terus menyikapinya dengan su'udzon, wah...ini pasti modus koalisi Merah Putih sebagai upaya menjegal kekuatan pemerintah baru. Apa ya harus seperti itu ? Karena kalo mau jujur, coba cek track pemberitaan sekitar bulan januari (sebelum Pilpres 2014) banyak juga sorotan tajam pada Pil Kadal

Bagus : sekarang saatnya mari kita berfikir secara logis dan berdasarkan konstitusi di negara ini. jangan mudah terprovokasi alasan2 yg tidak jelas. 

Fauzi : dan mari kita sruput kopi masing-masing hahaha...... (berusaha mencairkan suasana)

Poniman : Masing-masing punya argumen yang semua bisa dianalisa oleh masyarakat sesuai dengan kapasitas referensi pengetahuannya. Pada akhirnya toh RUU Pil Kadal nanti yang mengesahkan DPRRI. Jika hasilnya nanti tidak sesuai dengan nurani sebagian rakyat, ya...biarlah rakyat yang bergerak... Negara demokrasi kan seperti itu...

Suripto : Dan perlu diketahui juga bahwa proses Pil Kadal (Pilkada Langsung) dengan tegas ditolak Bung Karno, oleh tokoh yang digembar-gembor sebagai panutan partai-partai koalisi PDIP sekaligus salah satu pendiri bangsa, menyusul pencabutan UU (Undang-Undang) yang dilakukan proklamator kemerdekaan itu pada tahun 1959.

Fauzi :  Ah..masak bener gitu, Pak Ripto (dengan nada nyaris tak percaya)


Suripto : Iya bener...., silahkan.... semua pihak dapat mengkaji ulang perubahan UU di era Bung Karno terkait Pilkada Langsung. Coba buka lembaran negara. Dulu ada UU Nomor 1 Tahun 1957 yang mengatur Pilkada Langsung. Tapi Bung Karno mencabut UU tersebut dengan Penpres Tahun 1959.
Alasan Bung Karno mencabut UU Nomor 1 Tahun 1957 karena UU tersebut tak sesuai dengan demokrasi asli Indonesia.


Wasis : Terserah apapun pendapat orang lain, pokoke aku tetap menolak PILKADA MELALUI DPRD karena hanya menguntungkan Parpol dan DPRD. Banyak kerugian Pilkada Melalui DPRD.

Boni : diantaranya di bindang MEDIA ; Pendapatan Iklan Dari Calon Gubernur, Walikota Dan Bupati Akan Menurun Drastis. Hahaha....
Untuk BERITA, sumber beritaku juga hilang karena kekacauan kampanye gak ramai lagi.
Untuk WARTAWAN sepertiku juga awak media lain, jelas akan turun Penghasilan Tambahan karena tak ada klien yang butuh dibantu Pencitraan.


Imron : (ikut menambahkan) di wilayah BUZZER, perusahaan buzzer social media pasti mulai kehilangan pelanggan, karena rekayasa pencitraan minimal.
Termasuk PENGAMAT POLITIK, penghasilannya akan mengecil dan mengurangi kesempatan sebagai Public Figure
Juga KONSULTAN POLITIK, tidak laku lagi karena Parpol yang menentukan calon Kepala Daerah.


Kasdan : (tak mau kalah menyampaikan analisanya) LEMBAGA SURVEY - QUICK COUNT pasti akan gulung tikar karena cuma dapat pekerjaan 5 tahun sekali di Pilpres dan Pileg thok.

Imron: berarti sama juga, KPU - BAWASLU - PANWASLU pasti kehilangan sumber pendapatan utama dan cuma bekerja 5 tahun sekali pada saat Pileg Dan PilPres, juga permainan jual beli suara stop total.
Nasib MK juga sama, akan kehilangan sumber pendapatan utama dan hanya bekerja untuk mengevaluasi Konstitusi yang minim biaya operasi. Contohnya, suap macam Akil Mochtar akan hilang.


Hariyono : buat INCUMBENT, tak ada jaminan terpilih lagi karena pengerahan bansos gak akan berpengaruh pada keterpilihan kembali. 

Suripto : Korupsi ya relatif berkurang akibat pemilihan Kepala Daerah yang selektif, sehingga rejeki Penyidik berkurang hehehe....

Wiryo : (sambil membenarkan posisi blangkonnya) Polisi akan kehilangan rejeki dan mengurangi kesempatan naik pangkat akibat tidak ada konflik massa dan perkelahian antar kampung, waduh....ajur juum...jum....!!!

Fauzi : ARTIS juga jadi korban, sulit Artis bisa tampil sebagai politisi karena yg penting bukan popularitas lagi, tapi visi misi.
Terus Jasa Pengerah Massa seperti kebiasaanku, job akan hilang. Pengangguran politik bertambah akibat tidak ada order aksi karena tak ada kampanye.


Kasdan : sampinganku Jasa pembuatan SPANDUK bakal bangkrut akibat minim order. Pohon-pohon pasti ngeluh, kok gak dipaku lagi hahaha......

Wiryo : Hadeehh.....lha kok malah bikin hancur semua piye tojuuumm....jum....?!!!

Boni : Hahaha... Lha kok malah nglantur. Tapi salut, diam-diam Cah Kacangan melek politik

Perbincangan mereka terpotong karena perhatian tersita oleh buyarnya anggota komunitas Vespa dari lantai atas yang acaranya sudah rampung. Derap langkah mereka pun seirama dengan hentakan musik lagu Bongkar-nya Iwan Fals .....o..oo...ya..o..ya bongkar... !!!


To be continue (bersambung).......

Catatan : Maaf bila terdapat kesamaan nama tokoh dan alur cerita dengan realitas yang ada. Serial obrolan imajiner ini semata ditulis dengan tidak ada maksud lain kecuali untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan. Sedangkan pengambilan setting lokasi Desa kacangan dimaksudkan untuk lebih mengentalkan nuansa emosi pembaca, serta mengangkat hal-hal yang terjadi pada realitas kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Kacangan. 

Kritik/saran/masukan yang bersifat konstruktif (membangun) dari siapapun sangat kami harapkan. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar