Air
mata Mutiara (Hidup adalah Perjuangan)
Arus lalu lintas di jalan raya Desa Kacangan siang itu agak padat.
Selain anak-anak sekolah yang baru pulang, jalan juga mulai dipadati
konvoi supporter C_Second Fc dan Ngasem Raya Fc yang sore itu
dijadualkan akan berlaga dalam Turnamen Sepakbola Kacangan Cup 2012 di
Gelora Sawahan Kacangan. Beragam asesoris mereka kenakan sebagai wujud
kecintaan dan dukungannya kepada tim andalan masing-masing. Sesekali
bunyi terompet melengking menyeruak di tengah konvoi. Meskipun jalan
mereka hampir beriringan, namun tak ada insiden anarkis apapun. Hal ini
menandakan bahwa para supporter, terutama supporter C_Second FC sebagai
tuan rumah, telah memiliki tingkat kedewasaan dan memegang prinsip
sportifitas dengan baik.
Selain supporter sepakbola, terlihat juga puluhan ABG terkonsentrasi di
beberapa titik, diantaranya di depan Cafe Sabun, warung Mas Kohar, depan
Balai Desa Kacangan, pertigaan Gang Cemara, perempatan Warung Sambi.
Atribut yang mereka kenakan cukup mencolok khas Parawali, sebutan fans
grup Wali Band. Rupanya mereka tengah mempersiapkan diri untuk
menyaksikan konser Wali Band di Bendung Gerak Kalitidu. Konser yang
mendatangkan grup band nasional ini sendiri diadakan dalam rangka Hari
Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI ke-67 sekaligus puncak peringatan Hari
Jadi Bojonegoro (HJB) yang ke-335.
Konser Wali Band di Bendung Gerak Kalitidu
Sambil sesekali menghindari ruang-ruang kemacetan, Poniman mengayuh
becaknya menuju arah utara. Ia berniat sholat Dhuhur sekaligus rehat
sejenak di Masjid Mujahidin Kacangan. Namun niat itu ia urungkan ketika
melihat masjid dipenuhi anak-anak sekolah dan para supporter yg juga
akan menunaikan sholat Dhuhur. Ia kemudian membelokkan becaknya ke
halaman Musholla Al Huda. Di halaman parkir musholla telah berjajar rapi
beberapa sepeda motor dan sepeda onthel milik anak-anak Komunitas Anak
Yatim+, sebuah perkumpulan yang menghimpun anak-anak yatim dari desa
Kacangan, Mediyunan, Ngambon, Nglampin, Bondol, Turi, Mulyorejo dan
sekitarnya.
Diantara anak-anak itu ada yang masih mengenakan baju seragam sekolah.
Rupanya mereka dari sekolah langsung ke musholla. Mereka siang itu
sedang ada acara pembinaan rutin yang diadakan sepekan sekali. Biasanya
pembinaan diadakan tiap Ahad siang, namun untuk pekan ini jadualnya
diajukan siang itu, karena jadual pembinanya pada hari Ahad depan
bertabrakan dengan agenda lain.
Selepas tunaikan sholat Dhuhur, Poniman menyelonjorkan kaki sambil
rebahan, menghilangkan penat. Sejurus kemudian, ia kembali duduk dan
memanggil anak-anak yatim yang sedang duduk berpencar beberapa gerombol.
Ia ingin memanfaatkan kesempatan sekecil apapun untuk sesuatu yang
bermanfaat. Dan siang itu ia melihat kesempatan luang pada anak-anak
yatim yang sedang menunggu pembinanya datang.
Poniman : Eh adik-adik…., kalian sedang nunggu Pembina, kan ? Untuk
mengisi waktu luang, mau nggak kalian mendengarkan cerita ?
Nanda Arum : Wah… mau, mas…. (sahut anak berperawakan tinggi yang kini
turut memperkuat skuad tim Persibo U-17, diikuti pula dengan sahutan
anak lainnya. Kemudian mereka secara serentak langsung mengerubuti
Poniman, yang putra melingkar persis di depan Poniman, sementara yang
putri mengambil posisi melingkar di lapis kedua.)
Poniman : Langsung aja ya….. Pada suatu hari ada seekor anak kerang di
dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya, sebab sebutir pasir tajam
memasuki tubuhnya yang merah dan lembek.
"Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak
memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak
bisa menolongmu."
Si ibu terdiam, sejenak, "Aku tahu bahwa itu sakit anakku. Tetapi
terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah
lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit.
Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau
perbuat", kata ibunya dengan sendu dan lembut.
Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa
sakit terkadang masih terasa.
Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air
mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya.
Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam
dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan
semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih
wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap,
dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna.
Heri : (anak yang ikut memperkuat PS Cakra U-15 ini tiba-tiba nyeletuk)
Memang proses terbentuknya mutiara seperti itu ya mas ?
Poniman : Oh kurang lebihnya seperti itu… Dalam proses itu ada yang
namanya penderitaan. Dan penderitaannya berubah menjadi mutiara; air
matanya berubah menjadi sangat berharga.
Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga
daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang
rebus di pinggir jalan.
Marinda : (anak yang rumah tinggalnya di Jl. Paradise Kacangan –jalan
kuburan- ini turut menyahut) Berarti untuk menghasilkan yang terbaik itu
harus melalui proses yang berat dan terkadang membutuhkan penderitaan
kita ya, mas ?
Poniman : Pinter sekali…!!! Cerita tadi adalah sebuah kerangka berpikir
yg menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong yang terkadang sukar
dipahami akal untuk menjadikan "kerang biasa" menjadi "kerang luar
biasa".
Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat
mengubah "orang biasa" menjadi "orang luar biasa".
Rofik : (anak dari Desa Kalisumber yang kini hidup hanya bersama adiknya
ikut menyela) Kata Bang Haji Rhoma hidup adalah perjuangan, mas….
Poniman : Yups…betul itu… Banyak orang yang mundur saat berada di lorong
tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami.
Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki: menjadi `kerang
biasa' yang disantap orang atau menjadi `kerang yang menghasilkan
mutiara'.
Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil pilihan pertama, sehingga
tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses lebih sedikit dari
orang yang `biasa-biasa saja'.
Mungkin saat ini kalian sedang mengalami banyak kesusahan, kepedihan,
dan berbagai hal yang kalian rasakan berat sekali untuk anak seusia
kalian karena ketiadaan orang tua.
Cobalah utk tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut, dan
sambil katakan di dalam hatimu..
"Airmataku diperhitungkan Tuhan.. dan penderitaanku ini akan mengubah
diriku menjadi mutiara." Kalian siaaaap… ?
Anak-anak Yatim : (menjawab dengan serempak) Siaaapp…!!!
Anwar Taufik : (tiba-tiba sosoknya sudah muncul di pintu musholla)
Assalaamu’alaikum….!!!
Poniman+Anak Yatim : Wa’alaikumussalam…
Anwar Taufik : Oo.. mas Poniman to, kirain siapa…
Poniman : Iya mas….waktu nunggu sampeyan tadi mereka tak kasih cerita.
Monggo silahkan dilanjut, saya mau jalan lagi…. Assalaamu’alaikum..
Anwar Taufik+Anak Yatim : Wa’alaikumussalam…..
(bersambung) to be continue....
Catatan :
Maaf bila terdapat kesamaan nama tokoh dan alur cerita dengan realitas
yang ada. Serial obrolan imajiner ini semata ditulis dengan tidak ada
maksud lain kecuali untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan. Sedangkan
pengambilan setting lokasi Desa kacangan dimaksudkan untuk lebih
mengentalkan nuansa emosi pembaca, serta mengangkat hal-hal yang terjadi
pada realitas kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Kacangan.
Kritik/saran/masukan yang bersifat konstruktif (membangun) dari siapapun
sangat kami harapkan. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar