Diusia senja yang semestinya lebih banyak istirahat, dirawat dan dicukupi segala sesuatu kebutuhannya oleh keluarganya, justru tidak demikian yang dialami mbah Tini (70) warga Dkh Gondang Desa Nglampin, Kec. Ngambon, Bojonegoro. Nasib miris dan memprihatinkan musti ia jalani dengan menghabiskan masa hidupnya tinggal seorang diri di kawasan pinggiran hutan. Ia tak punya sanak saudara lagi.
Lebih sering sang nenek hidup dari belas kasihan warga kampung yang biasa mengirimkan makanan di tempat tinggalnya.
Ia tinggal di gubuk kecil berukuran 2,5x3 meter yang dibuatkan warga di atas sepetak tanah milik Perhutani. Bagian teras dan beberapa tiangnya terlihat ditopang dengan tiang bambu yang sudah mulai lapuk. Atapnya sebagian besar sudah bolong, sementara dindingnya hanya terbuat dari tempelan potongan papan tak beraturan yang juga sudah lapuk dan sebagian terbuka menganga sehingga angin pun leluasa menerobos. Saat hujan turun nenek yang hidup sebatang kara sejak puluhan tahun lalu ini kerap harus kesulitan memilih tempat di dalam rumahnya agar tak basah oleh air hujan.
Untuk bisa sedikit mandiri dan agar tak terlalu bergantung pada pemberian orang lain, sang nenek yang fungsi pendengarannya tak lagi sempurna ini berusaha menanam ubi jalar dan sejenisnya tak jauh dari gubuknya. Sejumlah warga kampung yang berempati dengan kehidupan sang nenek kerap menitipkan beras atau makanan apa saja digubuk tuanya.
Jika kehabisan persediaan sembako seperti beras dan ubi jalar, ia kerap hanya berdiam diri di gubuknya sambil berharap akan ada uluran warga kampung yang jarak terdekat rumahnya 500 meter dari gubuknya, bersedia memberinya makanan atau beras agar bisa memasak untuk menyambung hidup.
Pakaian yang biasa dipakai di rumah atau keluar di sekitar rumah mencari ranting kering untuk memasak adalah pakaian bekas hasil pemberian tetangga yang bersimpati.
Saat Imron Syafi'i, pengurus Yayasan Mutiara Insani Bojonegoro (Yasmiro), menyambangi dan menyalurkan bantuan paket sembako, tak terlihat ada makanan. Hanya tergolek cobek kecil dengan sisa sambal yang sudah mengering.
Sirin, guru SD yang merasa iba dengan kondisi sang nenek kerap mampir untuk sekedar memberi makanan atau beras untuk membantunya. Acap kali jika beras pemberian tetangga habis, mbah Tini terpaksa hanya mengkonsumsi ubi jalar dari hasil tanamannya di sekitar rumah. “Kasihan di masa tua seperti ini harus hidup seorang diri tanpa ada teman,”ujar Sirin, guru yang setiap hari berangkat dan pulang mengajarnya lewat jalan tak jauh dari rumah mbah Tini.
Itulah salah satu potret nyata kehidupan di sekitar kita. Bila hati Anda terketuk dan berminat berbuat sesuatu yang bisa meringankan beban hidup mbah Tini dan janda-janda dhuafa lainnya.......dapat menghubungi :
Yayasan Mutiara Insani Bojonegoro (Yasmiro)
SK Menkumham RI Nomor AHU-0039312.AH.01.04 Tahun 2016
Mari... bergabung dalam gerakan amal kebaikan dengan cara mendonasikan sebagian rizki Anda melalui Yayasan Mutiara Insani Bojonegoro (Yasmiro) untuk program2 kemanfaatan ummat. Transfer donasi Anda ke :
*a.n. SULASTRI BRI unit Tambakrejo no 6191-01-010416-53-1
Jika sudah mentransfer donasi, silahkan konfirmasi ke no berikut
082 299 706 440
dengan menyebutkan jumlah nominal donasi dan peruntukan donasi Anda.
contoh :
Joko#Surabaya#1.000.000#Janda Dhuafa
Terima Kasih atas perhatian dan partisipasi amal shalih Anda, semoga mendatangkan berkah dan Allah melipatgandakan pahala untuk Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar